Media-Unit-Tubu
Tanaman tebu tumbuh
didaerah tropika dan sub tropika sampai batas garis isoterm 20 0 C yaitu antara
190 LU – 350 LS. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah yang tidak
terlalu kering dan tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat
sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase
harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik dengan kedalaman sekitar 1 meter
memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang
lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu.
Drainase yang baik
dan dalam juga dapat manyalurkan kelebihan air dimusim penghujan sehingga tidak
terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena
berkurangnya oksigen dalam tanah. Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat
tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol
dan regusol dengan ketinggian antara 0 – 1400 m diatas permukaan laut. Akan
tetapi lahan yang paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut.
Sedangkan pada ketinggian > 1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman
relative lambat. Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada
kemiringan sampai 10% dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir.
Kondisi lahan terbaik untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai
sampai 2% apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat.
A. Tanah
1. Sifat fisik tanah Struktur tanah yang baik untuk pertanaman
tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang
sempurna, oleh karena itu upaya pemecahan bongkahan tanah atau agregat tanah
menjadi partikel-partikel kecil akan memudahkan akar menerobos.
Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan partikel-partikel tanah
berupa lempung, debu dan liat, yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah
tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air cukup dan
porositas 30 %. Tanaman tebu menghendaki solum tanah minimal 50 cm dengan tidak
ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm. Sehingga pada lahan kering,
apabila lapisan tanah atasnya tipis maka pengolahan tanah harus dalam. Demikian
pula apabila ditemukan lapisan kedap air, lapisan ini harus dipecah agar sistem
aerasi, air tanah dan perakaran tanaman berkembang dengan baik.
2. Sifat kimia tanah Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang memiliki pH 6 ‐ 7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari
8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur
hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan
keracunan Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian
kapur (CaCo3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi. Bahan racun utama lainnya
dalam tanah adalah klor (Cl), kadar Cl dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah
bersifat racun bagi akar tanaman. Pada tanah ditepi pantai karena rembesan air
laut, kadar Cl nya cukup tinggi sehingga bersifat racun.
B. Iklim
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat
besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan
saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar pertumbuhan terhenti.
Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus terjadi dan tidak ada
kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen menjadi rendah.
1. Curah hujan Tanaman tebu
dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 –
1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah
hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada periode pertumbuhan
vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5-6
bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4 – 5
bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering.
Periode ini merupakan periode pertumbuhan generative dan pemasakan tebu.
Ditinjau dari kondisi iklim yang diperlukan, maka wilayah yang dapat ideal
diusahakan untuk tebu lahan kering/tegalan berdasarkan Oldemen dan Syarifudin
adalah tipe B2, C2, D2 dan E2. Sedangkan untuk tipe iklim B1C1D1dan E1 dengan 2
bulan musim kering, dapat diusahakan untuk tebu dengan syarat tanahnya ringan
dan berdrainase bagus. Untuk tipe iklim D3, E3 dan D4 dengan 4 bulan kering,
dapat pula diusahakan dengan syarat adanya ketersediaan air irigasi.
2.
Suhu
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrisa pada tebu
cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 240 C–340 C dengan
perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10 0 C. Pembentukan
sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30 0
C. Sukrosa yang terbentuk akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas
paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan
optimal pada suhu 15 0 C.
3. Sinar Matahari
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap harinya.
Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh
radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang berawan pada siang
hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat pada menurunnya
proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat.
4. Angin Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur
keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang mempengaruhi
proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam disiang hari
berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan kecepatan
melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman tebu
dapat patah dan roboh.
Bahan Tanaman A.
Varietas Unggul Pemilihan varietas harus memperhatikan sifat-sifat
varietas unggul yaitu, memliki potensi produksi gula yang tinggi melalui bobot
tebu dan rendemen yang tinggi; memiliki produktivitas yang stabil dan mantap;
memiliki ketahanan yang tinggi untuk keprasan dan kekeringan; serta tahan
terhadap hama dan penyakit. Varietas tebu berdasarkan masa kemasakannya dapat
dibedakan menjadi tiga,yaitu:
1. Varietas Genjah (masak awal), mencapai masak optimal + 8-10
bulan.
2. Varietas Sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal pada
umur + 10-12 bulan.
3. Varietas Dalam (masak lambat), mencapai masak optimal pada umur
lebih dari 12 bulan. Beberapa varietas unggul yang telah dilepas oleh Menteri
Pertanian dapat dilihat pada Tabel 1. Mengingat masa panen tebu dilakukan pada
saat yang relatif serempak, akan tetapi ditanam pada waktu yang lebih panjang
karena bergiliran, maka perlu diatur komposisi penanaman varietas dengan umur
masak yang berbeda, yaitu masak awal, masak tengah dan masak lambat. Komposisi
varietas dengan tingkat kemasakan masak awal, masak tengah dan masak lambat
yang dianjurkan berdasarkan luas tanam adalah 30:40:30.
BIBIT
Bibit tebu diambil dari batang tebu dengan 2-3 mata tunas yang
belum tumbuh. Bibit ini disebut juga dengan bibit stek batang/bagal. Cara lain
yang kadang digunakan adalah dengan memakai pucuk batang tebu dengan dua atau
lebih mata, bibit ini disebut bibit stek pucuk/top stek. Standar kebun bibit
yang harus dipenuhi untuk Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN),
Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun Bibit Datar (KBD) adalah: - Tingkat kemurnian
varietas untuk KBP dan KBN harus 100%, sedangkan untuk KBI > 98% dan KBD
> 95% - Bebas dari luka api, penyakit blendok, pokkah bung, mosaik dan
lain-lain. Toleransi gejala serangan < 5% - Gejala serangan penggerek batang
< 2% dan gejala serangan hama lainnya < 5% - Lokasi kebun bibit dipinggir
jalan, lahan subur, pengairan terjamin dan bebas dari genangan Sedangkan
standar kualitas bibit dari varietas unggul yang harus dipenuhi adalah:
- Daya kecambah > 90%, segar, tidak berkerut dan tidak kering
- Panjang ruas 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan pertumbuhan
- Diameter batang + 2 cm dan tidak mengkerut/mengering
- Mata tunas masih dorman, segar dan tidak rusak
- Primordia akar belum tumbuh - Bebas dari penyakit pembuluh
Penyiapan Lahan dan Penanaman
A. Pembersihan Areal Pembersihan dan persiapan lahan bertujuan untuk
membuat kondisi fisik dan kimia tanah sesuai untuk perkembangan perakaran
tanaman tebu. Tahap pertama yang harus dilakukan pada lahan semak belukar dan
hutan adalah penebasan atau pembabatan untuk membersihkan semak belukar dan
kayu-kayu kecil. Setelah tahap pembabatan selesai dilanjutkan dengan tahap
penebangan pohon yang ada dan menumpuk hasil tebangan. Pada tanah bekas hutan,
kegiatan pembersihan lahan dilanjutkan dengan pencabutan sisa akar pohon. Pembersihan
lahan semak belukar dan hutan untuk tanaman tebu baru (plant cane/PC) secara
prinsip sama dengan pembersihan lahan bekas tanaman tebu yang dibongkar untuk
tanaman tebu baru (ratoon plant cane/RPC). Akan tetapi pada PC sedikit lebih
berat karena tata letak kebun, topografi maupun struktur tanahnya masih belum
sempurna, selain itu terdapat pula sisa-sisa batang/perakaran yang mengganggu
pelaksanaan kegiatan.
B. Penyiapan Lahan
Areal pertanaman tebu dibagi per rayon dengan luas antara
2.500-3.000 ha per rayon. Setiap rayon dibagi per blok yang terdiri dari 10
petak, dengan tiap petak berukuran sekitar 200 m x 400 m (8 ha). Antar blok
dibuat jalan kebun dengan lebar 12 m dan antar petak dibuat jalan produksi
dengan lebar 8 m. Kegiatan penyiapan lahan terdiri dari pembajakan pertama,
pembajakan kedua, penggaruan dan pembuatan kairan. Pembajakan pertama bertujuan
untuk membalik tanah serta memotong sisa-sisa kayu dan vegetasi lain yang masih
tertinggal. Peralatan yang digunakan adalah Rome Harrow 20 disc berdiameter 31
inci dan Bulldozer 155 HP untuk menarik. Pembajakan dimulai dari sisi petak
paling kiri. Kedalaman olah sekitar 25-30 cm dengan arah bajakan menyilang
barisan tanaman tebu sekitar 45o . Kegiatan ini rata-rata membutuhkan waktu
sekitar 6-7 jam untuk satu petak (8 ha). Pembajakan kedua dilaksanakan tiga
minggu setelah pembajakan pertama. Arah bajakan memotong tegak lurus hasil
pembajakan pertama dengan kedalaman olah 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah
disc plow 3-4 disc berdiameter 28 inci dengan traktor 80-90 HP untuk menarik.
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah dan
meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilakukan menyilang dengan arah bajakan.
Peralatan yang digunakan adalah Baldan Harrow dan traktor 140 HP untuk menarik.
Kegiatan ini rata-rata membutuhkan waktu sekitar 9-10 jam untuk satu petak (8
ha).
Pembuatan kairan adalah pembuatan lubang untuk bibit yang akan
ditanam. Kairan dibuat memanjang dengan jarak dari pusat ke pusat (PKP)
1,35-1,5 m, kedalaman 30-40 cm dan arah operasi membuat kemiringan maksimal 2%.
Kegiatan ini rata-rata membutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk satu petak (8 ha).
C. Penanaman
Kebutuhan bibit tebu per ha antara 60-80 kwintal atau sekitar 10
mata tumbuh per meter kairan. Sebelum ditanam bibit perlu diberi perlakuan
sebagai berikut:
(1) Seleksi bibit untuk memisahkan bibit dari jenis-jenis yang
tidak dikehendaki
(2) Sortasi bibit untuk memilih bibit yang sehat dan benarbenar
akan tumbuh serta memisahkan bibit bagal yang berasal dari bagian atas, tengah
dan bawah.
(3) Pemotongan bibit harus menggunakan pisau yang tajam dan setiap
3-4 kali pemotongan pisau dicelupkan kedalam lisol dengan kepekatan 20%
(4) Memberi perlakuan air panas (hot water treatment) pada bibit
dengan merendam bibit dalam air panas (50o C) selama 7 jam kemudian merendam
dalam air dingin selama 15 menit. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga bibit bebas
dari hama dan penyakit Bibit yang telah siap tanam ditanam merata pada kairan.
Penanaman bibit dilakukan dengan menyusun bibit secara over lapping atau double
row atau end to end (nguntu walang) dengan posisi mata disamping. Hal ini dimaksudkan agar bila
salah satu tunas mati maka tunas disebelahnya dapat menggantikan. Bibit yang
telah ditanam kemudian ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri. Akan
tetapi bila pada saat tanam curah hujan terlalu tinggi, maka bibit ditanam
sebaiknya ditanam dengan cara baya ngambang atau bibit sedikit terlihat. Pada
tanaman ratoon, penggarapan tebu keprasan berbeda dengan terbu pertama. Pengeprasan
tebu dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang.
Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dahulu dari kotoran-kotoran bekas
tebangan yang lalu. Setelah kebun selesai dibersihkan barulah pengeprasan dapat
dimulai. Pelaksanaan pengeprasan haruslah dilakukan secara berkelompok dan
perpetak. Pengeprasan jangan dilakukan secara terpencar-pencar karena akan
mengakibatkan pertumbuhan tebu tidak merata sehingga penuaannya menjadi tidak
merata dan menyulitkan pemilihan dan penebangan tanaman yang akan dipanen.
Seminggu setelah dikepras, tanaman diairi dan dilakukan penggarapan (jugaran)
sebagai bumbun pertama dan pembersihan rumput-rumputan. Tujuan penggarapan ini
adalah memperbaharui akar tua dan akar putus diganti akar muda, sehingga
mempercepat pertumbuhan tunas dan anakan. Selain itu tanah menjadi longgar
sehingga pupuk akan dengan mudah masuk kedalam tanah.
D. Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit tebu yang tidak tumbuh,
baik pada tanaman baru maupun tanaman keprasan, sehingga nantinya diperoleh populasi tanaman
tebu yang optimal. Untuk bibit bagal penyulaman dilakukan 2 minggu dan 4 minggu
setelah tanam. Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2-3 mata sebanyak dua
potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya.
Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.
Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan haruslah disesuaikan dengan keadaan
lahan, untuk itu perlu dilakukan analisa tanah dan daun secara bertahap. Secara
garis besar dosis pupuk untuk tanaman baru maupun keprasan pada beberapa tipe
tanah
Pemupukan dilakukan dengan dua kali aplikasi. Pada tanaman baru,
pemupukan pertama dilakukan saat tanam dengan 1/3 dosis urea, satu dosis SP-36
dan 1/3 dosis KCl. Pemupukan kedua diberikan 1-1,5 bulan setelah pemupukan
pertama dengan sisa dosis yang ada. Pada tanaman keprasan, pemupukan pertama
dilakukan 2 minggu setelah kepras dengan 1/3 dosis urea, satu dosis SP-36 dan
1/3 dosis KCl. Pemupukan kedua diberikan 6 minggu setelah keprasan dengan sisa
dosis yang ada.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dapat mencegah meluasnya serangan
hama dan penyakit pada areal pertanaman tebu. Pencegahan meluasnya hama dan penyakit dapat
meningkatkan produktivitas.
Beberapa hama dan penyakit utama tanaman tebu adalah:
A. Hama
1. Penggerek Pucuk (Triporyza vinella F) Penggerek pucuk menyerang
tanaman tebu umur 2 minggu sampai umur tebang. Gejala serangan ini berupa
lubang-lubang melintang pada helai daun yang sudah mengembang. Serangan
penggerek pucuk pada tanaman yang belum beruas dapat menyebabkan kematian,
sedangkan serangan pada tanaman yang beruas akan menyebabkan tumbuhnya siwilan
sehinggga rendemen menurun. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan memakai
insektisida Carbofuran atau Petrofur yang terserap jaringan tanaman tebu dan
bersifat sistemik dengan dosis 25 kg/ha ditebarkan ditanah.
2. Uret (Lepidieta stigma F) Hama uret berupa larva kumbang
terutama dari familia Melolonthidae dan Rutelidae yang bentuk tubuhnya
mem-bengkok menyerupai huruf U. Uret menyerang perakaran dengan memakan akar
sehinga tanaman tebu menunjukkan gejala seperti kekeringan. Jenis uret yang
menyerang tebu di Indonesia antara lain Leucopholis rorida, Psilophis sp. dan
Pachnessa nicobarica. Pengendalian Foto: Saefudin dan Sunaryo Budidaya dan
Pasca Panen TEBU 25 pertanaman tebu. Pencegahan meluasnya hama dan penyakit
dapat meningkatkan produktivitas. Beberapa hama dan penyakit utama tanaman tebu
adalah
dilakukan secara mekanis atau khemis dengan menangkap kumbang pada
sore/malam hari dengan perangkap lampu biasanya dilakukan pada bulan
Oktober-Desember. Disamping itu dapat pula dengan melakukan pengolahan tanah
untuk membunuh larva uret atau menggunakan insektisida carbofuran 3G.
3. Penggerek Batang Ada beberapa jenis penggerek batang yang
menyerang tanaman tebu antara lain penggerek batang bergaris (Proceras
sacchariphagus Boyer), penggerek batang berkilat (Chilotraea auricilia Dudg),
penggerek batang abuabu (Eucosma schista-ceana Sn), penggerek batang kuning
(Chilotraea infuscatella Sn), dan penggerek batang jambon (Sesamia inferens
Walk). Diantara hama penggerek batang tersebut penggerek batang bergaris
merupakan penggerek batang yang paling penting yang hampir selalu ditemukan di
semua kebun tebu. Penggerek batang bergaris (Proceras sacchariphagus Boyer) 26
Budidaya dan Pasca Panen TEBU dilakukan secara mekanis atau khemis dengan
menangkap kumbang pada sore/malam hari dengan perangkap lampu biasanya
dilakukan pada bulan Oktober-Desember. Disamping itu dapat pula dengan
melakukan pengolahan tanah untuk membunuh larva uret atau menggunakan
insektisida carbofuran 3G.
3. Penggerek Batang Ada beberapa jenis penggerek batang yang
menyerang tanaman tebu antara lain penggerek batang bergaris (Proceras
sacchariphagus Boyer), penggerek batang berkilat (Chilotraea auricilia Dudg),
penggerek batang abuabu (Eucosma schista-ceana Sn), penggerek batang kuning
(Chilotraea infuscatella Sn), dan penggerek batang jambon (Sesamia inferens
Walk). Diantara hama penggerek batang tersebut penggerek batang bergaris
merupakan penggerek batang yang paling penting yang hampir selalu ditemukan
Serangan penggerek batang pada tanaman tebu muda berumur 3-5 bulan
atau kurang dapat menyebabkan kematian tanaman karena titik tumbuhnya mati.
Sedang serangan pada tanaman tua menyebabkan kerusakan ruasruas batang dan
pertumbuhan ruas diatasnya terganggu, sehingga batang menjadi pendek, berat
batang turun dan rendemen gula menjadi turun pula. Tingkat serangan hama ini
dapat mencapai 25%. Pengendalian umumnya dilakukan dengan penyemprot-an
insektisida antara lain dengan penyemprotan Pestona/ Natural BVR. Beberapa cara
pengendalian lain yang dilakukan yaitu secara biologis dengan menggunakan
parasitoid telur Trichogramma sp. dan lalat jatiroto (Diatraeophaga
striatalis). Secara mekanis dengan rogesan. Kultur teknis dengan menggunakan
varietas tahan yaitu PS 46, 56,57 dan M442-51. Atau secara
terpadu dengan memadukan 2 atau lebih cara-cara pengendalian
tersebut.
B. Penyakit
1. Penyakit mosaik Disebabkan oleh virus dengan gejala serangan
pada daun terdapat noda-noda atau garis-garis berwarna hijau muda, hijau tua,
kuning atau klorosis yang sejajar dengan berkas-berkas pembuluh kayu. Gejala
ini nampak jelas pada helaian daun muda. Penyebaran penyakit dibantu oleh
serangga vektor yaitu kutu daun tanaman jagung, Rhopalosiphun maidis (Anonymous
1996). Pengendalian dilakukan dengan menanam jenis tebu yang tahan, menghindari
infeksi dengan menggunakan bibit sehat, dan pembersihan lingkungan kebun tebu.
2. Penyakit busuk akar Disebabkan oleh cendawan Pythium sp.
Penyakit ini banyak terjadi pada lahan yang drainasenya kurang sempurna. Akibat
serangan maka akar tebu menjadi busuk sehingga tanaman menjadi mati dan tampak
layu. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menanam varietas tahan dan dengan
memperbaiki drainase lahan.
3. Penyakit blendok Disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
albilineans dengan gejala serangan timbulnya klorosis pada daun yang mengikuti
alur pembuluh. Jalur klorosis ini lama-lama menjadi kering. Penyakit blendok
terlihat kira-kira 6 minggu hingga 2 bulan setelah tanam. Jika daun terserang
berat, seluruh daun bergaris-garis hijau dan putih.. Penularan
penyakit terjadi melalui bibit yang berpenyakit blendok atau melalui
pisau pemotong bibit. Pengendalian dengan menanam varietas tahan penyakit,
penggunaan bibit sehat dan serta mencegah penularan dengan menggunakan
desinfektan larutan lysol 15% untuk pisau pemotong bibit.
4. Penyakit Pokkahbung Disebabkan oleh cendawan Gibberella
moniliformis. Gejala serangan berupa bintik-bintik klorosis pada daun terutama
pangkal daun, seringkali disertai cacat bentuk sehingga daun-daun tidak dapat
membuka sempurna, ruasruas bengkok dan sedikit gepeng. Akibat serangan pucuk
tanaman tebu putus karena busuk. Pengendalian dapat dilakukan dengan
penyemprotan dengan 2 sendok makan Natural GLIO+2 sendok makan gula pasir pada
daundaunan muda setiap minggu, pengembusan dengan tepung kapur tembaga (1;4:5)
atau dengan menanam varietas tahan.
Panen
Pengaturan panen dimaksudkan agar tebu dapat dipungut secara
efisien dan dapat diolah dalam keadaan optimum. Melalui pengaturan panen,
penyediaan tebu di pabrik akan dapat berkesinambungan dan dalam jumlah yang
sesuai dengan kapasitas pabrik sehingga pengolahan menjadi efisien. Kegiatan
panen termasuk dalam tanggung jawab petani, karena petani harus menyerahkan
tebu hasil panennya ditimbangan pabrik. Akan tetapi pada pelaksanaannya umumnya
petani menyerahkan pelaksanaan panen kepada pabrik yang akan menggiling tebunya
atau kepada KUD. Pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Mei sampai September
dimana pada musim kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat
rendemen tertinggi. Penggiliran panen tebu mempertimbangkan tingkat kemasakan
tebu dan kemudahan transportasi dari areal tebu ke pabrik. Kegiatan
pemanenan meliputi estimasi produksi tebu, analisis tingkat kemasakan dan
tebang angkut.
A. Estimasi Produksi Tebu Estimasi produksi tebu diperlukan untuk
dapat merencanakan lamanya hari giling yang diperlukan, banyaknya tenaga kerja
yang dibutuhkan serta jumlah bahan pembantu yang harus disediakan. Estimasi
produksi tebu dilakukan dua kali yaitu pada bulan Desember dan Februari.
Estimasi dilakukan dengan mengambil sampel tebu dan menghitungnya dengan rumus:
P = jbtpk x jkha x tbt x b-bt P = Produksi tebu per hektar
jbtpk = Jumlah batang tebu
per meter kairan
jkha = Jumlah kairan per hektar
tbt = Tinggi batang, diukur sampai titik patah (± 30 cm dari pucuk)
Bbt = Bobot batang per m (diperoleh dari data tahun sebelumnya)
B. Analisis Kemasakan Tebu Analisis kemasakan tebu dilakukan untuk
memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga tebu yang akan diolah
dalam keadaan optimum. Analisis ini dilakukan secara periodik setiap 2 minggu
sejak tanaman berusia 8 bulan dengan cara menggiling sampel tebu digilingan
kecil di laboratorium.
Sampel tebu diambil sebanyak 15-20 batang dari rumpun tebu yang
berada minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir. Nira tebu
yang didapat dari sampel tebu yang digiling di laboratorium diukur persen brix,
pol dan purity nya. Metode analisis kemasakan adalah sebagai berikut:
(1) Setelah akar dan daun tebu sampel dipotong, rata-rata berat
dan panjang batang tebu sampel dihitung.
(2) Setiap batang dipotong menjadi 3 sama besar sehingga didapat
bagian batang bawah, tengah dan atas. Setiap bagian batang ditimbang dan
dihitung perbandingan beratnya, kemudian dibelah menjadi dua.
(3) Belahan batang tebu dari setiap bagian batang digiling untuk
mengetahui hasil nira dari bagian batang bawah, tengah dan atas. Nira yang
dihasilkan ditimbang untuk diketahui daya perah gilingan (4) Dari nira yang
dihasilkan dihitung nilai brix dengan memakai alat Brix Weger, nilai pol dengan
memakai alat Polarimeter dan rendemen setiap bagian batang.
(5) Nilai faktor kemasakan dihitung dengan rumus:
RB - RA FK =
-------------------- x 100 RB
RB = rendemen batang bawah
RA = rendemen batang atas
FK = faktor kemasakan, dimana jika:
FK = 100 berarti tebu masih muda
FK = 50 berarti tebu setengah masak
FK = 0 berarti tebu sudah masak
Data yang diperoleh digunakan untuk memetakan tingkat kemasakkan
tebu pada peta lokasi tebu sebagai informasi lokasi tebu yang sudah layak untuk
dipanen. Namun demikian prioritas penebangan tidak hanya mempertimbangkan
tingkat kemasakan tebu tapi juga mempertimbangkan jarak kebun dari pabrik,
kemudahan transportasi, kesehatan tanaman dan ketersediaan tenaga kerja.
C. Tebang Angkut
Penebangan tebu haruslah memenuhi standar kebersihan yaitu kotoran
seperti daun tebu kering, tanah dan lainnya tidak boleh lebih besar dari 5%.
Untuk tanaman tebu yang hendak dikepras, tebu di sisakan didalam tanah sebatas
permukaan tanah asli agar dapat tumbuh tunas. Bagian pucuk tanaman tebu dibuang
karena bagian ini kaya dengan kandungan asam amino tetapi miskin kandungan
gula. Tebu tunas juga dibuang karena kaya kandungan asam organis, gula reduksi
dan asam amino akan tetapi miskin kandungan gula. Penebangan tebu dapat
dilakukan dengan sistem tebu hijau yaitu penebangan yang dilakukan tanpa ada
perlakuan sebelumnya, atau dengan sistem tebu bakar yaitu penebangan tebu
dengan dilakukan pembakaran sebelumnya untuk mengurangi sampah yang tidak perlu
dan memudahkan penebangan. Sistem penebangan tebu yang dilakukan di Jawa
biasanya memakai sistem tebu hijau,
sementara di luar Jawa umumnya ..., terutama di Lampung, memakai
sistem tebu bakar. Teknik penebangan tebu dapat dilakukan secara bundled cane
(tebu ikat), loose cane (tebu urai) atau chopped cane (tebu cacah). Pada
penebangan tebu dengan teknik bundled cane penebangan dan pemuatan tebu kedalam
truk dilakukan secara manual yang dilakukan dari pukul 5 pagi hingga 10 malam.
Truk yang digunakan biasanya truk dengan kapasitas angkut 6-8 ton atau 10-12
ton. Truk dimasukkan kedalam areal tanaman tebu. Lintasan truk tidak boleh
memotong barisan tebu yang ada. Muatan tebu kemudian dibongkar di Cane Yard
yaitu tempat penampungan tebu sebelum giling. Pada penebangan tebu dengan
teknik loose cane, penebangan tebu dilakukan secara manual sedangkan pemuatan
tebu keatas truk dilakukan dengan memakai mesin grab loader. Penebangan tebu
dengan teknik ini dilakukan per 12 baris yang dikerjakan oleh 2 orang. Tebu
hasil tebangan diletakkan pada baris ke 6 atau 7, sedangkan sampah yang ada
diletakkan pada baris ke 1 dan 12. Muatan tebu kemudian dibongkar di Cane Yard
yaitu tempat penampungan tebu sebelum giling.
Pada penebangan tebu dengan teknik chopped cane, penebangan tebu
dilakukan dengan memakai mesin pemanen tebu (cane harvvester). Hasil penebangan
tebu dengan teknik ini berupa potongan tebu dengan panjang 20-30 cm. Teknik ini
dapat dilakukan pada lahan tebu yang bersih dari sisa tunggul, tidak banyak
gulma, tanah dalam keadaan kering, kodisi tebu tidak banyak roboh dan petak
tebang dalam kondisi utuh sekitar 8 ha.
D. Perhitungan Rendemen
Hasil perhitungan rendemen dengan sampel tebu untuk analisis
tingkat kemasakan disebut sebagai rendemen sampel. Dua metode perhitungan
rendemen lain adalah
perhitungan rendemen sementara (RS) dan perhitungan rendemen efektif
(RE). Perhitungan rendemen sementara didapat dari nira hasil perahan tebu
pertama di pabrik yang dianalisis di laboratorium. Tujuan perhitungan rendemen
sementara untuk menentukan bagi hasil gula bagi petani secara cepat. Nilai
rendemen sementara didapat dari perkalian antara faktor rendemen (FR) dengan
nilai nira (NN). Nilai nira didapat dari: NN = nilai Pol – 0,4 (nilai Brix –
Nilai Pol) Nilai Brix adalah persentase bahan kering larut yang ada dalam nira
terhadap berat tebu, sedangkan nilai Pol bagian gula dari Brix yang
dipersentasekan terhadap berat tebu. Faktor rendemen didapat dari: Kadar nira
NPB-T PSHK WR
FR = ------------------- x ----------------- x ---------------- x
---------- 100 100 100
Kadar nira = jumlah nira yang didapat
NPB-T = nilai peneraan brix total
PSHK = perbandingan setara hasil kemurnian
WR = winter rendemen
Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata karena perhitungan
rendemen ini memakai nilai berat gula yang telah dihasilkan. Perhitungan
rendemen efektif didapat dari jumlah berat gula yang dihasilkan dibagi jumlah
berat tebu yang digiling dikalikan 100%. Angka rendemen efektif
Bambang-H/2021/sdm@..